Working by Flow: Istilah Permasalahan Dalam Dunia Industri Kreatif

Donny Setiawan
2 min readJun 14, 2022

--

Foto oleh Nubelson Fernandes via Unsplash

Perlu saya katakan bahwa bekerja yang menuntut daya kreatifitas, menuangkan, membuat, menulis — adalah pekerjaan yang menuntut hidup-matinya pekerja itu sendiri.

Dunia kreatif kadang bertolakbelakang dari materi. Penciptaan daya kreatif muncul ketika kita merasa ada kehampaan di dalam diri kita, dan membuat seolah pikiran kreatif itu yang bisa menutupinya.

Seorang penulis menulis hanya karena ia ingin semua kehampaannya di dunia fana ini dapat diabadikan — selamanya.

Namun, bagaimana untuk masalah pekerjaan yang menuntut daya pikir kreatif, dan menutut kita untuk menciptakan banyak peluang demi meraih penghasilan?

‘Working by Flow’ istilah yang saya berikan untuk menggambarkan emosi saya sebagaimana beberapa belakangan hari bekerja di dunia industri kreatif sebagai konten kreator.

Positifnya:

Perlu saya katakan, disana saya cukup banyak mengeluarkan daya kemampuan saya untuk menciptakan konten yang (harus) menarik. Dari: konten yang sedang tren, populer, baru atau hangat, dan sampai menjiplak karya milik orang demi terciptanya target.

‘Working by Flow’ membantu saya dalam memutuskan konten apa yang seharusnya saya tulis.

Seperti sudah memiliki mesin otomatis di kepala saya, saya jadi cepat dalam bekerja sesuai target, dan saya sempat beberapa hari bangga terhadap diri saya.

Negatifnya:

Kembali lagi, nyatanya mempertahankan itu tak semudah yang ada di pikiran. ‘Working by Flow’ kadang bisa hilang.

Dan, dengan kekuatan alam yang maha besar, saya kalah lagi.

Pikiran saya kosong, saya tidak tahu harus menulis apa, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan saat itu juga.

Kadang, saya harus memaksa diri saya untuk bekerja sesuai bagaimana seharusnya. Memaksa untuk bekerja, dan berusaha memunculkan ide-ide kreatif.

Saya berdiam lama di depan layar komputer, dan hasilnya tetap tidak ada. Bahkan lebih buruk jika dipaksa untuk meneruskan pekerjaan itu.

Jadi, saya memutuskan untuk meninggalkan meja kerja, dan pergi ke tempat yang nyaman untuk menenangkan kepala.

Kadang, tuntutan pekerjaan selalu terbawa-bawa tanpa kita sadari. Bahkan, pada dunia sosial pun sempat terseret.

Nyatanya, saya lupa memberi ruang untuk diri saya sendiri.

Saya terlalu bekerja keras, untuk uang, untuk pengakuan, untuk kesempurnaan.

Saya terlalu egois, dan itulah saya kembali.

Hal yang Perlu Dilakukan:

  1. Perhatikan waktu — berapa banyak terbuang/berapa sering kita melakukan distraksi (tindakan penarikan diri terhadap tugas). Semakin banyak dan lamanya distraksi, semakin lama pula pekerjaan kita selesai. Jadi, atur waktu.
  2. Perhatikan kualitas — kadang kita mensyukuri diri kita sendiri atas apa yang telah kita kerjakan. Apabila pekerjaan kita baik, maka kita akan menghargai diri kita, seterusnya orang lain juga akan menghargainya.

Kesimpulan

Terkadang memaksa untuk dapat bekerja secara efektif — menuangkan daya kreatif — adalah masalahnya.

‘Working by Flow’ tidak akan muncul jika tidak adanya ‘waktu yang luas dan cukup’ untuk mengembangkan ‘irama ide’ kita.

Sebaliknya, daya kreatif tidak akan muncul saat kita tidak memaksanya untuk keluar.

Keep working!

--

--

Donny Setiawan

Penggemar Bahasa, Sastra, dan Seni. | Language and Art enthusiast.