Menulis ala Shakespeare

Donny Setiawan
3 min readFeb 13, 2024
Ilustrasi Gambar oleh Boston Public Library via Unsplash

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat membaca karya-karya dari penulis satu ini. Walau hal itu merupakan pertama kalinya bagi saya, namun pengalaman itu langsung begitu menyentuh inti jantung bahkan menampar pedih wajah saya.

Semua hal yang ditulis William Shakespeare begitu mengena dan merasai diri. Walaupun itu hanya sekedar tulisan — tidak pernah saya sebegitu berlebihan mengenai tulisan begini.

Berikut ini adalah tulisan saya mengenai impresi saya terhadap kutipan-kutipan yang ada di dalam ‘Romeo and Juliet’.

William Shakespeare (April 1564–23 April 1616) adalah seorang dramawan, aktor, sekaligus penyair berkebangsaan Inggris. Ia lahir di Avon, Britannia Raya, yang kemudian juga dikenal sebagai penulis drama berbahasa Inggris terhebat sepanjang masa. Ia juga dijuluki sebagai ‘Pujangga dari Avon’.

Namanya kita kenal hingga saat ini. Walau ia hidup di abad ke 16 — 17-an, hebatnya, namanya masih diperdengungkan sampai sekarang. Itulah hebatnya bahasa!

Ia menulis drama pertamanya, ‘Comedy of Errors’, di tahun 1589. Saat itu Shakky — panggilan akrab untuk ‘Shakespeare’ —masih berusia 25 tahun. Ia menulis drama pertamanya kurang lebih selama 5 tahun.

Kemudian, ia menulis drama lainnya, ‘Romeo and Juliet’, di tahun 1591. Usia Shakky saat itu 30 tahun. Ia menulis drama ‘yang kita tahu akan membuat namanya besar itu’ kurang lebih selama 5 tahun.

Seiring bertambahnya waktu dan pengalaman, Shakespeare menulis drama terkenal lainnya, ‘Hamlet’, mengenai kisah tragedi Pangeran Denmark, di tahun 1599. Di usianya yang ke-35 tahun, ia dapat menulis drama tersebut hanya selama 2 tahun.

Menarik jika dilihat bagaimana Shakespeare mulai terjun menulis naskah drama. Ia mulai membuat naskah drama pertamanya di usia 25 tahun dan terkenal di seluruh dunia sekitar di usia 30an. Sebuah motivasi tersendiri bagi penulis (sebab mengetahui bahwa usianya saat menulis artikel ini baru 24 tahun).

GAYA BAHASA SHAKESPEARE

Apa yang membuat tulisan Shakespeare begitu dikenang? Kecirikhasannyalah yang menjadi pembeda dari para pujangga yang lain!

Gaya bahasa Shakespeare lebih membebankan pada urusan jiwa manusia. Lilin bukan lagi lilin bagi Shakespeare: ia adalah Lilin yang sedih menunggu waktunya habis bagi si api. Atau langit bukan lagi langit; ia adalah Langit yang merindukan ketentraman dari pekerjaannya yang mengawasi manusia di bumi.

Seperti halnya Romeo yang semakin layu selepas Juliet meninggalkannya. Atau Juliet yang semakin menggila kepalanya melepas kepergian Romeo.

Jiwa Hiperbolis dan Metaforis

Apa yang disebut hiperbolis adalah jiwa penulis yang mempunyai sensifitas terhadap penggunaan kalimat-kalimat yang begitu berlebihan melebihi realitas — ini hanya dimiliki oleh penulis yang benar-benar tahu isi jiwa.

Berikut ini kutipan-kutipan yang penulis bagikan untuk dibaca kembali dengan meresapi jiwa hiperbolis si penulis:

Dia sudah sering terlihat di sana saat pagi, menangis air mata yang menambah tetes embun pagi dan membuat hari berawan lebih berawan dengan dengusannya.

[]

Panahnya (dewi) telah menusukku terlalu dalam jadi aku tak bisa terbang tinggi dengan sukacita. Karena luka ini membuatku tak bersemangat. Aku tidak bisa melompat lebih tinggi lagi daripada kesedihan panjangku ini. Aku tenggelam karena beban cinta yang mendalam.

[]

Dua bintang paling terang di seluruh langit harus pergi, mereka meminta agar mata perempuan itu bersinar di tempat mereka hingga mereka kembali. Bagaimana jika matanya ada di langit dan bintang ada di kepalanya?

[]

Cinta yang menuntunku apa yang harus dilakukan dan aku membiarkan cinta meminjam mataku.

[]

Oh, malam yang diberkati! Karena di sini gelap, aku takut jika semua ini hanya mimpi, terlalu manis untuk jadi kenyataan.

[]

Perawat: Oh, tulangku sakit sekali. Aku telah berlari ke semua tempat.

Juliet: Aku berharap kau memiliki tulang-tulangku, dan aku mendapatkan beritamu.

[]

Ini di sebelah timur, dan Juliet adalah matahari. Terbitlah, matahari yang cantik, dan singkirkanlah bulan yang iri hati.

[]

Perhatikan bagaimana dia menyandarkan tangan pada pipinya. Oh, aku berharap aku adalah sarung tangan pada tangan itu sehingga aku bisa menyentuh pipinya.

***

--

--

Donny Setiawan

Penggemar Bahasa, Sastra, dan Seni. | Language and Art enthusiast.