Kenapa Kita Malas?

Donny Setiawan
2 min readOct 19, 2022
Foto oleh Tom Morel via Unsplash

Malas biasanya berkonotasi negatif. Malas artinya perlakuan pribadi yang paling kurang mencerminkan kesuksesan. Malas artinya menolak untuk sukses. Menolak untuk berusaha. Menolak untuk menerima rasa tidak nyaman.

Malas bisa juga berarti menghindar dari tanggung jawab. Malas adalah kepribadian yang sangat tercela. Kita menyangkal untuk disebut ‘pemalas’ — pelaku atas perbuatan malas.

Namun, tanpa kita sadari, setiap hari, setiap jam, setiap menit, ataupun setiap detik, selalu ada saja yang membuat kita menjadi malas. Menunda merespon pesan masuk kalau-kalau pesan atau orang tersebut kurang baik bagi kita, menunda tugas sekolah atau pekerjaan, menunda berbuat sesuatu yang sehat atau sebagainya.

Menunda artinya menunggu. Menunggu waktu yang tepat, menunggu dorongan dari dalam kita, atau menunggu kesumpekkan tanggung jawab yang semakin menumpuk. Menunda artinya hanya tinggal menunggu waktu.

Tapi, apa kabar kita? Kenapa kita malas? Malas bangun pagi, malas berolahraga, malas mengerjakan tugas, malas menulis?

Tidak apa-apa kalau kita malas!

Saya ingat saat baru pertama kali mulai berolahraga lari. Dari awal saya ‘tidak terlalu’ peduli dengan olahraga, terutama lari. Karena di awal saya sudah tahu kapasitas jantung saya jika harus berlari berkilo-kilo meter. Namun, ‘mungkin’ karena rasa penasaran saya akhirnya terus melakukan kegiatan tersebut, secara rutin.

Di minggu pertama, saya tidak benar-benar memaksa diri untuk harus bisa lari, seperti orang-orang. Tidak. Saya hanya melihat-lihat situasi sekitar, dan merasakan angin menerpa wajah saya, suara kebisingan kendaraan, suara pohon-pohon, dan suara sepatu-sepatu orang yang bergantian mendahului saya. Saya hanya memperhatikan, dan hanya berjalan santai, seperti sedang berekreasi.

Dan itulah jawabannya! Kenapa kita malas? entah malas bangun pagi, malas berolahraga, malas mengerjakan tugas, atau bahkan malas menulis, ya, karena KITA MENGANGGAP ITU ADALAH TANGGUNG JAWAB YANG BEGITU BESAR. Begitu besarnya, hingga tubuh kita merespon untuk ‘nanti saja’ atau ‘tidah usah’ melakukannya.

Jadi, kalau ingin melakukan suatu kebiasaan baru, kenali terlebih dahulu motif kenapa kita harus melakukannya. Apakah untuk bersenang-senang, atau hanya ingin unggul? Kenali sejak awal, dan mulai dari yang paling kecil — contohnya, olahraga lari, mulailah dengan berjalan-jalan selama dua atau tiga minggu pertama. Jangan memaksakan diri, dan belajar dari dogma negatif ‘malas’.***

--

--