‘Berani Tidak Disukai’ karya Ichiro Kishimi & Fumitake Koga
Diawali dengan seorang pemuda yang menghampiri seorang filsuf diketahui tinggal di pinggiran sebuah kota. Filsuf itu berpandangan ‘bahwa dunia ini sederhana, dan kebahagiaan dapat diraih dalam sekejap mata’. Kemudian pemuda itu menceritakan betapa dirinya tidak puas terhadap hidupnya serta banyak menanyakan tentang arti sebuah kebahagiaan.
Disela-sela diskusi mereka, banyak pernyataan-pernyataan dari filsuf yang tak dapat diterima bagi si pemuda, sehingga ia bertekad untuk berusaha mematahkan pandangan dari sang filsuf . Di mana di dalam buku digambarkan filsuf tersebut sebagian besar menjawab pertanyaan atas dasar teori dari seorang ahli kejiwaan dari Austria, yaitu Alfred Adler.
Siapa Alfred Adler? Mengutip dari Wikipedia ada poin-poin penting mengenai siapa dirinya, adalah seorang psikolog, dokter, sekaligus seorang terapis. Ia pula yang menentang pandangan dari Sigmund Freud, bahwasanya perilaku manusia itu dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian traumatis. Sementara menurut Adler, di dalam buku yang tulis oleh penulis asal Jepang Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga ini, menggambarkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang utuh — terlepas dari sebab-akibat.
Tidak Ada Keberadaan Traumatis
Menurut Freud, efek dari sebab-akibat itu adalah akibat (efek) kita terhadap sesuatu. Situasi yang menentukan diri kita. Misalnya, masa lalu yang penuh dengan kesedihan — perpisahan, kekerasan, dan segala hal yang sifatnya berbau traumatis — Adalah suatu bentuk ‘mutlak’ terhadap diri kita yang di masa sekarang ini.
Sebaliknya, dalam teori Adler, menjadi seseorang yang menyedihkan adalah karena ia beranggapan bahwa dirinya, secara langsung atau tidak, ‘ingin’ menjadi orang yang menyedihkan. Maka dibuatlah situasi demi mendukung tujuannya tersebut.
Malam pertama pertemuan mereka, sang filsuf berfokus pada penyangkalan terhadap pandangan sebab-akibat milik teori seorang bapak Psikoanalisis, Sigmund Freud. Alder menyangkal keberadaan trauma.
Bahagia Artinya Hubungan yang Harmonis
Untuk meraih kebahagiaan, kita justru lebih dahulu harus mempunyai hubungan yang harmonis terhadap diri kita sendiri. Bagaimana cara kita berpandang itulah yang menentukan nasib kehidupan kita. Masalahnya, jika kita tetap berpandangan bahwa kita tidak pantas berada di lingkungan orang-orang, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang butuh kehadiran manusia lain. Terima kekurangan, dan mulai berani untuk disakiti dan tidak disukai.
Adler adalah orang pertama yang menekankan pentingnya elemen sosial dalam mengatur proses individual. Adler juga sebagai psikolog yang teorinya paling banyak dikutip di abad 20. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Alfred_Adler)
Malam kedua pertemuan mereka, sang filsuf mulai memberi gambaran tentang arti kebahagiaan sejatinya, menurut pandangan dirinya dan juga menurut pandangan Adler adalah kebahagiaan artinya memiliki hubungan harmonis terhadap sesama manusia. Semua persoalan adalah tentang hubungan interpersonal.
Berani Bahagia Tanpa Validasi Luar
Ada satu alasan mengapa kita takut untuk tidak disukai, yaitu berkat adanya kehadiran manusia-manusia lain. Kembali lagi di penyataan sebelumnya, bahwa manusia sangat berharga bagi manusia lain, bahwa manusia butuh kehadiran manusia lain. Hal yang membuat diri kita ‘tidak menyukai’ diri kita adalah garis yang kita buat sendiri. Kita terus menganggap bahwa dunia ini adalah panggung untuk kita — seorang (merasa paling superior).
Adler menyatakan ada satu daya motivasi yang memengaruhi semua bentuk perilaku dan pengalaman manusia. Daya motivasi tersebut disebut “dorongan ke arah kesempurnaan”. Daya tersebut mendorong manusia memenuhi semua potensi dan keinginan yang ada di dalam dirinya, sehingga seorang manusia dapat semakin dekat dengan apa yang diidealkan. Gagasan Adler ini sebenarnya dipengaruhi oleh Nietzsche. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Alfred_Adler)
Malam ketiga pertemuan mereka, sang filsuf menjelaskan bagaimana rasanya hidup bebas. Berani bahagia tanpa perlu validasi dari pihak lain. Menyisihkan tugas-tugas orang lain.
Berkontribusi Bagi Umat Manusia
Memiliki perasaan interpersonal artinya memiliki perasaan sosial terhadap manusia sekitar. Bagaimana melahirkan sikap untuk berkontribusi terhadap manusia lain? Buanglah pandangan mengenai hubungan yang bersifat horizontal. Artinya, perlakukan manusia lain seperti ‘kawan seperjuangan’-mu. Maka hal itu dapat menghindari dari sikap ‘selalu ingin menang’.
Malam keempat pertemuan mereka, si pemuda mulai gerah dan semakin bersikeras untuk mematahkan argumen dari sang filsuf tersebut. Dalam argumennya filsuf itu menyebut bahwa mengapa banyak orang yang tidak bahagia justru lebih egois, bahkan narsis.
Hiduplah Saat Ini, Hari Ini
Adler menyangkal sudut pandang yang mengadopsi, bahwa hidup adalah sebuah kisah yang besar dan agung. Hasilnya, orang tersebut nantinya akan menyalahkan segala yang pernah terjadi (sebab-akibat). Sementara menurutnya, hidup manusia sesungguhnya dapat diubah sesuai kemauan manusia itu sendiri. Ia memilih untuk memandang hidup adalah sebuah titik-titik dari sebuah momen, ketimbang menganggap kehidupan ini sebatas ‘perjalanan pendakian mencapai puncak’.
Malam kelima pertemuan mereka, sang filsuf mulai menyadari bahwa si pemuda mulai menerima pandangannya, serta disaat seperti itulah sang filsuf mengeluarkan segalanya untuk si pemuda.
Berani Tidak Disukai
Lalu, kenapa kita takut untuk tidak disukai? Jawabannya sederhana, karena kita takut hidup normal. Tidak bisa menerima diri yang normal. Apakah menjadi normal, biasa, benar-benar seburuk itu?***
Kalian sudah baca buku ini? Apakah kalian termasuk orang yang percaya terhadap pandangan teori Freud? atau bahkan teori dari Adler? Beri masukan di kolom komentar, ya!